Jumat, 24 Februari 2017

Kerajaan Pajang



Sejarah Kerajaan Pajang















 











Fasha El Sauzsa (12)
Hably Darajatal ‘Ulya (13)
Iqbal Abdul Ra’uf (17)
Rachma Khairunnisa’ (27)

X MIA 3 | MAN 2 Kudus





SEJARAH KERAJAAN PAJANG
Setelah Sultan Trenggono meninggal, Demak dilanda perang saudara antara Pangeran Prawoto (anak Trenggono) dengan Pangeran Sekar Sedo Lepen (adik Trenggono) dan dimenangkan Prawoto. Aryo Penangsang, anak Pangeran Sedo Lepen tidak dapat menerima kematian ayahnya. Kemudian Aryo Penangsang membunuh Pangeran Prawoto dan keluarganya. Pangeran Prawoto mempunyai putra bernama Arya Pangiri. Dengan bantuan Joko Tingkir (adik ipar Trenggono), Arya Pangiri membalas kematian ayahnya
Dalam pertempuran itu sendiri dimenangkan oleh Joko Tingkir, kemanangan ini juga atas bantuan dari Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Penjawi.Yang kemenangan ini membuat Joko Tingkir memimpin Demak dengan gelar Sultan Hadiwijaya, gelar tersebut diperoleh dari Sunan Giri dan mendapat pengakuan dari kerajaan-kerajaan yang menjadi bawahan Demak.
peninggalan-kerajaan-pajang
1.      Kehidupan Politik
Sultan Hadiwijaya kemudian memindahkan pusat kerajaan dari Demak menuju Pajang pada 1552, yang terletak di daerah Kartasura, dekat Surakarta (Solo), Jawa Tengah.Dengan demikian resmilah sudah Kerajaan Pajang . Atas jasa-jasa Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Penjawi, keduanya pun diberi hadiah yang berupa tanah diwilayah Mataran untuk Ki Ageng Pemanahan dan tanah di daerah Pati untuk Ki Ageng Penjawi dan beliau pun berdua diangkat menjadi adipati diwilayah tersebut.
Kepimpinan Sultan Hadiwijaya berlangsung dengan baik, hubungan dengan kerajaan bawahan juga baik. Kesenian dan sastra mengalami perkembangan yang sangat pesat dan pengaruh budaya Islampun semakin menyebar hingga ke plosok daerah.
Akan tetapi semuanya berlangsung dengan cepat, dengan sepeninggal Ki Ageng Pemanahan pada 1575 maka pemerintahan di Mataram, diteruskan ke putranya yang bernama Sutawijaya atau Ngabehi Loring Pasar. Yang dalam kepimpinan Sutawijaya, Mataram berkembang dengan sangat pesat. Hal ini yang kemudian membuat Sutawijaya enggan untuk menghadap ke Pajang.
Pada tahun 1582 meletus perang pajang dan Mataram karena Sutawijaya membela adik iparnya yaitu Tumegung Mayang yang telah dihukum buang ke daerah Semarang oleh Hadiwijaya. Perang itu dimenangkan oleh pihak Mataram meskipun pasukan Pajang jumlahnya yang lebih besar.
Sepulang dari perang, Hadiwijaya pun jatuh sakit kemudian meninggal dunia. Maka terjadilah persaingan antara putra dan menantunya yaitu Pangeran Benawa dan Arya Pangiri sebagai raja yang selanjutnya. Arya Pangiri didukung Panembahan Kudus yang berhasil naik takhta tahun 1583.
Pemerintahan Arya Pangiri hanya disibukan dengan usaha balasa dendam terhadap Mataram. Kehidupan rakyat Pajang terabaikan, hal itu membuat Pangeran Benawa yang sudah tersingkir ke Jipang, merasa prihatin. Yang pada tahun 1586 pangeran Benawa bersukut dengan Sutawijaya menyerbu Pajang. Meskipun pada tahun 1582 Sutawijaya memerangi Hadiwijaya namun Pangeran Benawa tetap menganggapnya sebagai saudara tua.
Perang antara Pajang melawan Mataram dan Jipang berakhir dengan kekalahan arya Pangiri, ia dikembalikan ke negeri asalnya yaitu Demak. Pangeran Benawa kemudian menjadi raja Pajang yang ketiga. Pemerintahan Pangeran Benawa berakhir tahun 1587, tidak ada putra mahkota yang menggantikannya yang sehingga Pajang pun dijadikan sebagai bawahan Mataram yang menjadi bupati disana ialah Pangeran Gagak Baning, adik Sutawijaya. Sutawijaya sendiri mendirikan Kerajaan Mataram, yang dimana ia sebagai raja pertama yang bergelar Panembahan Senopati.
2.       Kehidupan Ekonomi

Pada zaman Paku Buwono 1 (1708) ketika Ibukota Mataram masih ada di Kartasura, ada kerjasama yang baik antara Surakarta pusat dengan Jayengrana bupati Surabaya. Pada masa itu seluruh Jawa Timur kompak dalam mendukung kerjasama antara PakuBuwono 1 dan Jayengrana.
Pajang mengalami kemajuan di bidang pertanian sehingga menjadi lumbung beras dalam abad ke-16 dan 17. Lokasi pusat kerajaaan Pajang ada di dataran rendan tempat bertemunya sungai Pepe dan Dengkeng (ke dua-duanya bermata air di lereng gunung Merapi) dengan bengawan sala. Irigasi berjalan lancar karena air tanah di sepanjan tahun cukup untuk mengairi sehingga pertanian di Pajang maju.
Di zaman Kerajaan Demak baru muncul, Pajang telah mengekspor beras dengan mengangkutnya melalui perniagaan yang berupa Bengawan Sala. Sejak itu Demak sebagai negara maritim menginginkan dikuasainya lumbung-lumbung beras di pedalaman yaitu Pajang dan kemudian juga mataram, supaya dengan cara demikian dapat berbentuk negara ideal agraris maritim.



3.      Kehidupan Sosial

Tradisi Hindu masih besar pengaruhnya di Pajang, karena di daerah agraris pedalaman, tradisi Hindu masih sangat kuat dipegang dan pengaruh Islam hanya terbatas pada kalangan tertentu. Sehingga muncul akulturasi budaya antara Hindu dan Islam yang menjadikan kehidupan rakyat Pajang mendapat pengaruh Islamisasi yang cukup kental sehingga masyarakat Pajang sangat mengamalkan syariat Islam dengan sungguh-sungguh.
    









4.      Peninggalan Sejarah

a)      Masjid Lawean
masjid-lawean
Masjid Laweyan terletak di Kampung Batik Laweyan Solo, tepatnya di Dusun Pajang RT 4 RW 4, Laweyan, Solo. Bangunan utamanya seluas 162 meter persegi. Masjid Laweyan dibangun sekitar tahun 1546 M.
Merupakan masjid yg didirikan pada masa Pemerintahan Jaka Tingkir di Kerajaan Pajang. Arsitektur masjid ini sangat kental akan unsur tradisional Jawa, Eropa (Indisch), Cina, dan Islam.
Di dekatnya terdapat makam raja-raja dan kerabat Kasunanan, antara lain makam Ki Ageng Henis, Ki Ageng Henis ini sebagai penasihat spiritual Kerajaan Pajang. Beliau merupakan keturunan Raja Majapahit dari silsilah Raja Brawijaya-Pangeran Lembu Peteng-Ki Ageng Getas Pandawa lalu Ki Ageng Selo.
Sedangkan keturunan Ki Ageng Henis saat ini menjadi raja-raja di kraton Kasunanan dan Mataram. Ruang Masjid dibagi menjadi tiga, yakni Ruang Induk (Utama) dan Serambi yang dibagi menjadi Serambi Kanan dan Serambi Kiri.
Pengaruh Kerajaan Surakarta terlihat dari berubahnya bentuk masjid menyerupai bangunan Jawa yang terdiri atas pendopo atau bangunan utama dan serambi. Ada dua serambi, yakni kanan dan kiri.

b)      Makam Para Bangsawan
makam-para-bangsawan
Di kompleks masjid, terdapat pemakaman untuk para bangsawan Keraton Solo. Di makam ini terdapat tumbuhan langka Pohon Nagasari yang berusia lebih dari 500 tahun yang merupakan perwujudan penjagaan makam oleh naga.
Selain itu pada gerbang makam terdapat simbolisme perlindungan dari Betari Durga. Makam direnovasi oleh Paku Buwono X bersamaan dengan renovasi Keraton Kasunanan. Beberapa orang yang dimakamkan di tempat itu diantaranya adalah :
  • Kyai Ageng Henis
  • Susuhunan Paku Buwono II yang memindahkan Keraton Kartasura ke Desa Sala hingga menjadi Keraton Kasunanan Surakarta. Konon Paku Buwono II ingin dimakamkan dekat dengan Kyai Ageng Henis dan bertujuan untuk menjaga Keraton Kasunanan Surakarta dari serangan musuh.
  • Permaisuri Paku Buwono V
  • Pangeran Widjil I Kadilangu sebagai Pujangga Dalem Paku Buwono II-Paku Buwono III yang memprakarsai pindahnya Keraton dari Kartasura ke Surakarta.
  • Nyai Ageng Pati
  • Nyai Pandanaran
  • Prabuwinoto anak bungsu dari Paku Buwono IX
  • Dalang Keraton Kasunanan Surakarta
  • Kyai Ageng Proboyekso

c)      Bandar Kabanaran
bandar-kabanaran
Semenjak tahun 1546 Kyai Ageng Henis bermukim di Laweyan dengan mengemban misi dakwah Islam. Beliau juga menyajikan teknik pembuatan batik kepada penduduk setempat. Sejak itu dunia perdagangan dan perindustrian semakin ramai.
Untuk mendukung arus lalu lintas perdagangan yang semakin padat, dibangun pelabuhan atau bandar di selatan Kampung Laweyan, di tepi Sungai Kabangan dan ditimur Masjid Laweyan. Pelabuhan itu dikenal dengan nama Bandar Kabanaran, yang menghubungkan Kerajaan Pajang, Kampung Laweyan dan Bandar Besar Nusupan di tepi Sungai Bengawan Solo.






d)     Pasar Laweyan
pasar-laweyan

Pasar Laweyan berada di timur kampung Setono, di selatan Kampung Lor Pasar, di utara Kampung Kidul Pasar. Pasar Laweyan merupakan pusat transaksi perdagangan bahan pakaian dan kain tenun. Dan semenjak penduduk Laweyan memproduksi batik di sekitar tahun 1546 M.
Kampung Laweyan sangat terkenal dengan peninggalan Kerajaan Pajang. Keberadaan tradisi membatik di daerah Laweyan merupakan salah satu peninggalan kebudayaan Kerajaan Pajang. Pada masa awal berdirinya Kerajaan Pajang, teknik batik ini dikenalkan oleh Ki Ageng Henis yang merupakan seorang penasihat spiritual di Kerajaan Pajang.


5.      Faktor Kemajuan
           
Beberapa faktor penyebab kemajuaan kerajaan ini adalah:
·         Sultan Adiwijaya memperluas kekuasaannya di Jawa pedalaman,
·         Ditundukkannya Kediri pada tahun 1577,
·         Bidang kesusastraan dan kesenian yang sudah maju di Demak dan Jepara lambat laun dikenal di pedalaman Jawa
·         Sistem pemerintahannya sudah diatur dengan jelas, dengan raja sebagai pemimpim kerajaan
·         Persenjataan dan alat perlengkapan perang sudah baik
·         Dipimpin para pemimpin yang hebat dan bijaksana


6.      Faktor kemunduran
           
Beberapa faktor penyebab kemunduran kerajaan ini adalah :
·         Perluasan wilayah tidak dapat dijalankan secara maksimal,
·         Kesultanan Pajang kalah pamor terhadap Mataram.
·         Pangeran Benowo merasa kurang mampu melanjutkan pemerintahannya dan menyerahkan kerajaan pajang kepada Sutawijaya . Sutawijaya pun memindahkan pajang ke Kotagede( mataram)

0 komentar:

Posting Komentar